Sejak dulu Adora suka hujan. Karena baginya, hujan adalah bentuk keikhlasan Tuhan kepada alam. Matanya selalu tanpa kedip mengagumi lelehan tetes tipis gerimis di salah satu jendela kaca rumah tempatnya berteduh. Beberapa saat dia lupa pada fakta bahwa dia sedang patah hati. Harapannya untuk berbagi senja dan fajar bersama Hara pupus terjamah norma...
Berjinjit pelan dia dekati kaca basah itu, demi menyentuh dan merasakan nyamannya air yang baginya adalah berkah. Hanya dengan cara itu dia bisa bahagia secara utuh. Tak lagi mengutuk waktu yang menariknya jauh dari Hara. Cukup lama Adora menempelkan kedua telapak tangannya, membiarkannya basah oleh sisa gerimis tadi. Hatinya lalu seakan perlahan membuka kembali lipatan memorinya bersama Hara. Saat keduanya menari ceria dibawah guyuran hujan di sebuah sore, tiga tahun yang lalu. Saling menikmati indahnya rasa hujan yang kebetulan sedang gerimis. Hanya hujan yang mampu menghubungkannya kembali dengan kenangan Hara yang kini mulai meragukan cintanya...
Adora begitu cinta Hara...
Sepertinya Hara juga demikian...
Dan hujanpun akhirnya terhenti. Meski Adora sebenarnya masih ingin lebih lama menyusuri setapak rindunya untuk Hara. Rindu dari sebuah cinta yang selamanya takkan pernah bisa diceritakan pada dunia. Sebuah cinta yang terlumat usia, yang teraduk larut oleh pusaran norma, yang terpaksa terhenti sebelum secara tangguh diperjuangan.
"Biar hujan yang menyimpan kisahnya. Lalu bercerita pada dunia lewat kesejukannya. Karena aku jelas takkan punya nyali berbagi kenangan ini", bathin Adora.
Mojokerto, 24 Februari 2013
Dini hari berteman harap bertemu Hara...
Lima
tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit. Semakin
hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami bertengkar karena
hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar saat aku pulang
kantor. Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia beli tanpa
membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang saja.
Hari ini, 27 Agustus adalah ulang tahun
Ellen. Kami bertengkar pagi ini karena Ellen kesiangan membangunkanku.
Aku kesal dan tak mengucapkan selamat ulang tahun padanya, kecupan di
keningnya yang biasa kulakukan di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan.
Malam sekitar pukul 7, Ellen sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku
segera pulang dan makan malam bersamanya, tentu saja permintaannya
tidak kuhiraukan.
Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku
merapikan meja kerjaku dan beranjak pulang. Hujan turun sangat deras,
sudah larut malam tapi jalan di tengah kota Jakarta masih saja macet,
aku benar-benar dibuat kesal oleh keadaan. Membayangkan pulang dan
bertemu dengan Ellen membuatku semakin kesal! Akhirnya aku sampai juga
di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan kutempuh yang biasanya aku
hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di rumah.
Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang
keluarga. Sempat aku berhenti di hadapannya dan memandang wajahnya. “Ia
sungguh cantik” kataku dalam hati, “Wanita yang menjalin hubungan
denganku selama 7 tahun sejak duduk di bangku SMA yang kini telah
kunikahi selama 5 tahun, tetap saja cantik”. Aku menghela nafas dan
meninggalkannya pergi, aku ingat kalau aku sedang kesal sekali
dengannya.
Aku langsung masuk ke kamar. Di meja
rias istriku kulihat buku itu, buku coklat tebal yang dimiliki oleh
istriku. Bertahun-tahun Ellen menulis cerita hidupnya pada buku coklat
itu. Sejak sebelum menikah, tak pernah ia ijinkan aku membukanya. Inilah
saatnya! Aku tak mempedulikan Ellen, kuraih buku coklat itu dan kubuka
halaman demi halaman secara acak.
14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan
atas pemberianMu yang berarti bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan
menjadi pacar terakhirku.
Hmm… aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi suaminya.
6 September 2001, Tak sengaja kulihat
Vincent makan malam dengan wanita lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku
mohon agar Vincent tidak pindah ke lain hati.
Jantungku serasa mau berhenti…
23 Oktober 2001, Aku menemukan surat
ucapan terima kasih untuk Vincent, atas candle light dinner di hari
ulang tahun seorang wanita dengan nama Melly. Siapakah dia Tuhan?
Bukakanlah mataku untuk apa yang Kau kehendaki agar aku ketahui…
Jantungku benar-benar mau berhenti.
Melly, wanita yang sempat dekat denganku disaat usia hubunganku dengan
Ellen telah mencapai 5 tahun.
Melly, yang karenanya aku hampir saja
mau memutuskan hubunganku dengan Ellen karena kejenuhanku. Aku telah
memutuskan untuk tidak bertemu dengan Melly lagi setelah dekat dengannya
selama 4 bulan, dan memutuskan untuk tetap setia kepada Ellen. Aku
sungguh tak menduga kalau Ellen mengetahui hubunganku dengan Melly.
4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita
bernama Melly, Ia menghinaku dan mengatakan Vincent telah selingkuh
dengannya. Tuhan, beri aku kekuatan yang berasal daripadaMu.
Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia
tak pernah mengatakan apapun atau menangis di hadapanku setelah
mengetahui aku telah menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah
membuat hati Ellen sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar
dari mulutnya. Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen
rasakan saat itu.
14 Februari 2002, Vincent melamarku di
hari jadi kami yang ke-6. Tuhan apa yang harus kulakukan? Berikan aku
tanda untuk keputusan yang harus kuambil.
14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi Nyonya Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!
18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami
sebagai keluarga. Aku harap aku tak kemanisan lagi membuatkan teh
untuknya. Tuhan, bantu aku agar lebih berhati-hati membuatkan teh untuk
suamiku.
7 April 2006, Vincent marah padaku, aku
tertidur pulas saat ia pulang kantor sehingga ia menunggu di depan rumah
agak lama. Seharian aku berada mall mencari jam idaman Vincent, aku
ingin membelikan jam itu di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari
lagi. Tuhan, beri kedamaian di hati Vincent agar ia tidak marah lagi
padaku, aku tak akan tidur di sore hari lagi kalau Vincent belum pulang
walaupun aku lelah.
Aku mulai menangis, Ellen mencoba
membahagiakanku tapi aku malah memarahinya tanpa mau mendengarkan
penjelasannya. Jam itu adalah jam kesayanganku yang kupakai sampai hari
ini, tak kusadari ia membelikannya dengan susah payah.
15 November 2007, Vincent butuh meja
untuk menaruh kopi di ruang keluarga, dia sangat suka membaca di sudut
ruang itu. Tuhan, bantu aku menabung agar aku dapat membelikan sebuah
meja, hadiah Natal untuk Vincent.
Aku tak dapat lagi menahan tangisanku,
Ellen tak pernah mengatakan meja itu adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia
memang membelinya di malam Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang
keluarga.
Aku sudah tak sanggup lagi membuka
halaman berikutnya. Ellen sungguh diberi kekuatan dari Tuhan untuk
mencintaiku tanpa syarat. Aku berlari keluar kamar, kukecup kening Ellen
dan ia terbangun… “Maafkan aku Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang
tahun…”
Read more:
http://sro.web.id/kisah-cinta-sejati-mengharukan.html#ixzz2COPbS0SM
No comments:
Post a Comment