Mojokerto
16 November 2009
(Masih) di sebuah Senin petang…
Aku sungguh tak pernah benar mengerti apa yang telah terjadi. Sejak dulu kami tak pernah saling memahami. Yang kami tahu adalah bahwa hati kami sedang saling terpaut. Namun demikian kami tak pernah tahu pasti kapan maut hati akan menjemput. Karena hidup begitu penuh dengan kejutan…
Hanya doa yang mungkin bisa memberi sedikit angin segar. Hanya sedikit saja. Karena kami tak pernah tahu kapan doa itu akan didengar lalu dikabulkan…
Apa salah jika kami saling mencinta?
Apa tak boleh kami selalu saling bersama?
Apa harusnya kami terima semua kenyataan?
Apa benar harus selalu mengikuti jalan alam?
Iya?
Benarkah harus selalu seperti itu?
Hati kami terus menangis darah. Meski tak satupun suara isak ini terdengar yang lain. Bahkan gemanyapun tetap membisu. Tapi buktinya adalah bahwa kami benar menangis karena terlalu sakit. Kami menangis bersama di tempat berlainan dengan alasan yang sama. Adalah bahwa karena raga kami tak mungkin bersatu…
Apa yang salah jika kami saling menyuka?
Apa yang haram jika kami saling mencinta?
Apa yang tak layak jika kami ingin berbagi nyawa?
Katakan padaku…
Hanya padaku saja…
Lalu akan kukatakan semua padanya. Jika jawaban kalian terlalu menyakitkan maka akan selamanya kusimpan dihati. Tak perlu dia tahu. Karena dia sudah terlalu kelu hati menyandang sakit ini. Sakit yang begitu tanpa ampun. Sakit yang begitu tanpa alasan logis. Sakit yang begitu abadi…
Kemudian kami berusaha mencari tahu sendiri apa yang salah. Apa yang tak benar.Apa yang dianggap haram. Kami lalu berusaha menerka-nerka. Apa karena kami sama? Apa karena namaku Rando Titah Sembrani dan namanya Ahmad Frezaldi? Apa karena itu? Hanya karena itu? Bisa jadi…
Lalu kuputuskan untuk mengubah diri menjadi seseorang bernama Rosa Titah Sembrani. Empat tahun lagi akan kulakukan keputusanku ini. Saat aku lulus SMA. Dan biarlah dia tetap menjadi Ahmad Frezaldi. Agar kami bisa halal bersama. Agar tak ada lagi yang dianggap salah…
Kami adalah dua lelaki patah hati…
18:52