Mojokerto
29 November 2009
Di sebuah Minggu dengan nada-nada gerimis…
16:36
Yang aku tahu adalah bahwa dia sudah dilamar. Entah kapan. Dan dia bilang sekarang dia dan keluarganya sedang melakukan acara lamaran balasan yang begitu dadakan…
Jodoh memang benar tak pernah bisa diterka. Bahkan direncanakanpun juga tak bisa. Jalannya tak bisa dipetakan. Kadang begitu rumit, panjang dan tak teratur lalu diakhiri dengan tangisan perpisahan. Ada juga yang diawali dengan ketidak sengajaan yang berlanjut jadi rajutan rasa yang makin lama makin dalam dan tak bisa dimengerti lalu diakhiri dengan ucapan “Selamat menempuh hidup baru”. Pun ada juga yang begitu estafet seperti apa yang dialami wanita paruh baya itu. Aku memanggilnya “dia”…
Dia yang kini sedang mendadak bahagia…
Dia yang sekarang sedang menyeka tawa bersama pasangannya…
Pasangan yang bahkan bayangannya saja tak pernah tertangkap mata…
Pasangan yang semoga seorang kesejatian baginya…
Dan mereka bertemu secara estafet…
Semua pernah begitu ruwet…
Tapi tulisan takdir tetap kuat megikat…
Semoga mereka benar bahagia hingga bumi melarut…
Mereka hanya perlu “pertama kali”…
Untuk putuskan saling menikahi…
Seperti yang mereka maui…
Menyatu nyawa diusia yang tak lagi dini…
Satu lagi bukti misteri jodoh. Dia dan pasangannya. Dulu maya lalu kini mendadak nyata sebagai calon pengantin. Sekali lagi begitu sulit dipercaya. Agak susah dimengerti. Betapa kehidupan selamanya hanya ditentukan dari pertemuan pertama saja. Huuufff. Apa bisa?
Tidak bagiku…
Kalau aku…
Dulu aku perlu ribuan pertemuan untuk memastikan hati. Dulu aku perlu ribuan petuah orang tua sebelum bertanya “Will you marry me?”. Dulu aku perlu ribuan tatapan mata untuk rasakan keteguhan cintanya padaku. Dulu aku butuh ribuan masalah untuk pahami jalan pikirannya…
Tapi dia dan pasangannya?
Mereka hanya butuh sekali untuk selamanya. Sekali pertemuan untuk memastikan hati. Sekali tatapan mata untuk saling berkata “Mari kita menikah”. Sekali jabatan tangan untuk rasakan detak hati. Hanya sekali saja…
Aku benar-benar tak habis pikir. Apa semua itu karena usia? Karena mereka tak lagi remaja? Karena mereka sudah terlalu dewasa?...
Hhhhmmmmm…..
Semua nyawa memang terlahir dengan membawa jodohnya sendiri. Meski butuh waktu untuk menemukan kembali pasangan jiwa itu, tapi akhirnya masih akan tetap telah tertulis rapi secara pasti. Hanya saja nyawa biasa kitalah yang tak pernah bisa membaca tulisan Sang Maha itu…
Aku perlu waktu dua puluh empat tahun untuk menemukan belahan nyawaku. Dan aku masih butuh dua setengah tahun untuk belajar membaca tulisan Sang Maha tentang wanitaku kala itu. Siapa tahu dia hanya rambu jalan menuju wanita sejatiku. Aku yakinkan hati untuk coba meraba huruf lalu mengeja kata hingga sedikit membaca kalimat jodoh itu. Dan akhirnya aku yakin dia yang dulu kubawa saat lahir….
13 Desember 2007…
Pada sebuah Kamis…
Ba’da Isya…
Kami resmi menata nyawa bersama…
Kapan mereka menyusul kami?
Sepertinya akan lebih segera dari sekedar segera…
Semoga karena ketetapan hati…
Bukan hanya karena sadar usia…
Amin untuk doa mereka…
17:08
Masih dengan begitu banyak tanya…
Masih dengan begitu banyak mengapa untuk mereka…
2 comments:
huffff...
pertama yang mendadak itu sejatinya tidaklah ada...
wanita yang tak lagi remaja itu masih tetap di level yang sama... atau bahkan di level yang lebih rendah dari tahap kehidupan yang pernah dilaluinya...
"hanya perlu pertama kali" itu ternyata belumlah terbukti...
mereka masih saja maya, tak mendadak nyata...
sapa yang tau... mungkin yang jalan yang harus dilaluinya masih tak jelas ujungnya...
mungkin juga ini belum lagi kesejatiannya...
hmmm..sabar saja wahai wanita yang tak lagi remaja...
jangan mentertawakan kisahnya...dia telah sering menangis melaluinya.
apapun bentuknya..hanya nyata yang bisa sepenuhnya diterima lalu dipercaya...maka segeran nyata-kan semua...jangan berlama-lama...
Post a Comment