Mojokerto
12 Mei 2009
Di hari yang sama dengan pagi tadi
21:28
Udara hari ini sedang murung. Sedari pagi mendung tak kunjung lepaskan senggamaannya dengan langit. Lalu udara mulai meleleh membentuk serpihan tipis kesejukan. Tak lama kemudian angin terbang sedikit kencang. Sambil membawa serta hujan yang mengguyur pagi. Kaca bening jendela menjabat embun. Air hujan beberapa kali menyeka kebeningan kaca jendela balkon depan kamarku itu. Pagi tadi terasa begitu dingin. Karena cuaca sedang berbela sungkawa, mungkin. Tapi hatiku biasa saja…
Hari ini berjalan tak seperti biasa. Akhirnya idealismeku melumer. Lalu diriku sudah bersedia mengalah pada situasi dan dengan lapang hati rela mengabdi diri sebagai penebar ilmu. Mungkin bedanya hanya pada setting saja. Karena kali ini aku melumerkan ego di rumahku sendiri. Hasilnya bisa dikatakan ”lumayan”. Aku bisa sedikit menikmatinya. Well, yang jelas aku tak merasa tersiksa dan terpaksa…
Lalu malam semakin menepi. Dan kabut masih saja nyaman baluti alam. Jarak pandang tak lagi panjang. Karena selaput tipis udara dingin itu ternyata begitu sabar tutupi pandangan mata. Kulit ari terasa semakin mengerut karena harus sedikit kompromi oleh sejuknya udara malam ini. Benar- benar tak seperti biasa. Kali ini adalah masa kekalahan sang gerah dan kealpaan sang peluh. Mereka terpaksa harus mengalah gilir pada kabut dan dingin yang hari ini tinggali hari…
Telapak tangan terasa mengering. Sama sekali tak berair meski jantungku masih saja lemah. Orang bilang karena aku lahir prematur. Lalu kulit juga rasanya semakin lekat dengan keriput yang tiba- tiba ada akibat dehidrasi kecil- kecilan ini. Apa yang tak biasa memang kadang buat tak nyaman. Kota yang biasanya begitu erat bertautan dengan gerah dan bersaudara dengan peluh ini tiba- tiba berkhianat untuk kemudian bercinta sehari dengan dingin dan kesejukan…
Malam terasa begitu syahdu…
Rembulan terang tergantung kuat di langit timur. Bukan purnama tapi tetap benderang. Sedang langit bagian selatan terkena semburat lampu kota hingga terlihat sedikit memerah dari sini. Mungkin karena efek kabut juga. Sayangnya langit utara dan barat terlewat dari penglihatan...
Tak henti aku menghirup puas udara luar. Biar sedikit tertampung oleh jantung. Lalu alirkan daya cinta pada hati dan otakku yang dulu kupikir sedang soak. Angin tipis mengecup kulitku yang sedang kerontang oleh kealpaan peluh. Mungkin dia ingin ungkapkan kerinduan yang dulu sempat dilupakan alam. Langitpun pasti sedang asyik merekam tawa bahagia bersama rembulan itu. Mereka terasa begitu mesra. Lalu mata para fana mulai tersihir oleh romansa malam ini…
21:55
No comments:
Post a Comment