Thursday, May 28, 2009

Senyum manis Asunaro...

Mojokerto
28 Mei 2009
Kamis ini terasa begitu segar…
18:09



“Ai, aku baru saja ditrima di prsh exim go publik di Sidoarjo, staf QC. Outsource juga” NAEN

Pesan pendek itu baru saja terbaca saat waktu sudah begitu dekat dengan Maghrib. Dan aku menyempatkan beberapa detik waktuku untuk membaca lalu turut berbahagia atas berita gembira itu. Perjuangan memang tak akan pernah sia- sia. Pasti akan ada hasilnya meski tak banyak yang mampu merasakan hasil perjuangannya itu. Akhirnya secara perlahan senyum kembali terundang dalam rumah sederhana keluarga Asunaro ini. Rumah mungil penuh arti yang terbangun di bulan April 2005 di Malang. Rumah yang setahun belakangan ini terlihat muram karena kami sedang sama- sama tertunduk kelu oleh kecewa…

“Alhamdulillah. Selamat ya, Naen. Kapan mulai kerja? Semoga ini akan jadi jalan penerang bagi kita semua. Bagi para Asunaro yang lain. Amin Amin Amin. Semangat!!!!”

Pesan itu kutulis untuk segera kukirim kepada Naen yang mungkin sedang menunggu reaksi gembiraku. Aku benar mensyukuri waktu yang telah begitu baik berikan kami sempat untuk kembali tersenyum manis. Setelah beberapa masa kami menangis dalam hati. Setelah beberapa masa juga kami mengubur diri dari luasnya dunia luar. Setelah beberapa masa kami mendoa untuk segera datangnya masa bahagia ini. Kata “Amin” tak cukup hanya terucap dan tertulis sekali saja. Karena, sungguh, aku begitu mengamini. Aku sungguh bersyukur…

Awalnya aku sudah menemui terangku sendiri dengan memutuskan untuk berkompromi dengan perubahan. Saat aku memutuskan untuk melebur kekerasan hati dan mengalir bersama semua kesempatan yang ditawarkan padaku. Dan aku memutuskan untuk menghindari kata “Tidak” atas semua penawaran. Lalu aku jalani semua dengan tanpa rasa. Hanya sebagai bagian dari kewajiban orang dewasa yang harus bekerja dan mendapati Rupiah. Itu saja. Lalu kurasakan kedamaian hati yang tak pernah kukira sebelumnya. Dan kini aku mulai merasakan keindahan dunia. Rasa dan bathinku sudah lepas dari pasungan rasa bersalah. Hatiku sudah kembali sejuk dan nyaman. Dan aku tak pernah berhenti mendoa agar Tuhan tak melepasku dari rasa ini. Aku memohon benar agar bisa selamanya bersahabat akrab dengan perubahan. Aku bermunajat padaNya karena hanya Dia yang bisa menjaga hati dan rasaku…

Lalu…

Sore tadi berita itu terbaca melalui layar handphone. Naen sudah menemukan jalan terangnya. Dia sudah kembali menyangga tegak kepalanya dan hadapi gempita dunia luar. Tentu saja, dengan senyuman. Dan aku kembali bersyukur. Benar bersyukur secara verbal, pun dalam hati meng-amin-i…

Aku dan Naen sedang merasakan sejuknya dunia….

Dan…

Aku yakin Ratri dan Adri juga sedang merasakan kesejukan yang secara bersama- sama aku dan Naen kirimkan sebagai angin. Tapi aku tak tahu pasti…

“Selamat Ulang Tahun ke 26. Semoga panjang umur dan mendapati semua yang terbaik. Semoga diberikan kesabaran dan kemudahan oleh Allah SWT. Dan amin atas semua doa- doamu…”

Ucapan ulang tahun itu teruntuk Ratri yang dua puluh tujuh Mei kemarin tepat menapaki gerbang dua puluh enam tahunnya. Kukirimkan melalui offline message Yahoo Messanger yang ternyata tak terbaca olehnya. Tapi aku yang tak pernah yakin benar dengan keakuratan teknologi telah menyiapakan kata- kata serupa yang kuketik menjelang pergantian hari dan kukirim saat hari masih begitu dini. Melalui bentuk teknologi lain, handphone. Untuk satu alasan yaitu aku tak mau menjadi yang pertama. Karena kini yang pertama haruslah Adri. Dan aku bisa memperkirakan betapa kecewanya Ratri jika akulah yang mendahui lelaki sepanjang masanya itu. Rasa kecewa yang tak bisa terdefinisi. Maka, baiklah, aku mengalah pada status. Dan aku mulai membayangkan kesejukan hati Ratri. Kesejukan hati seorang istri yang didampingi suami di saat- saat seperti ini…

Semilir doa…
Kecupan manis…
Kejutan kecil nan romantis…
Tatapan mata penuh cinta…

Hati Ratri yang dulu hanya menguncup kini pasti sedang bermekaran…
Karena Adri yang tak pernah henti membagi semilir cinta untuknya…
Ratri pasti sedang bernafas nyaman…
Karena lelakinya itu lupa berhenti bersyukur atas adanya…

Dan…

Ratri dan Adri pasti sedang terus memekarkan kuncup- kuncup senyum bahagia. Dimulai beberapa detik sebelum hari berganti nama dan tanggal berganti hitungan. Sederet doa dan ucapan semoga yang masih erat tertutup hati Adri sudah tak sabar ingin bertemu dengar dengan Ratri. Lalu datanglah masa yang dinanti. Saat Adri menjadi manusia pertama yang bersyukur atas kehadiran wanita sepanjang masanya itu. Saat dialah yang merasa paling beruntung atas adanya dua puluh tujuh Mei. Lalu kata- kata Adri pasti akan terdengar jauh lebih merdu dan syahdu dibanding apapun di dunia ini. Karena hatilah yang sedang berkata- kata. Karena cintalah yang sedang merapati hati. Kebersamaan yang betapa indah…

Jika aku boleh menerka, Ratri pasti kemudian mendoa lirih dalam hati bahagianya. Mendoa agar waktu sedikit lambat merambat. Agar dia bisa lebih lama rasai semua yang tersaji indah oleh lelakinya itu. Agar dia bisa terus nikmati tatapan mata yang begitu penuh oleh rasa syukur itu. Rasa syukur oleh hadirnya. Semua akan terasa dan dirasa jauh lebih indah. Karena hari itu tertanggal dua puluh tujuh Mei…

Dua puluh tujuh Mei pertama Ratri bersama Adri sebagai belahan jiwa sejati…

Asunaro memang sedang tersenyum manis…

Naen bahagia dengan keberhasilannya mendapati apa yang lama dia cari. Aku yang sudah lebih dulu bahagia oleh kompromiku dengan perubahan. Ratri yang begitu bahagia oleh luapan rasa syukur lelakinya. Dan Adri yang berlimpah bahagia sambil terus mendoa dan bersemoga untuk wanita tercintanya. Lalu, apalagi yang masih harus dicari kini? Sementara tak ada lagi. Karena kami sudah begitu sempurna dengan senyum kami masing- masing. Dan aku mendoa yang sama dengan Ratri. Mendoa agar waktu lambat merambat…

Selamat berbahagia, Naen…
Selamat tersenyum, Ratri…
Selamat berbahagia, Adri…
Dan selamat tersenyum untuk diriku…



19:16

No comments: