Wednesday, July 22, 2009

LeLakI iTu PerGi..

4 Januari 2009 pukul 13.20

“Keluarga bapak Bambang Sih”
Terdengar panggilan dari ruang 26 hanya berselang beberapa saat 
dari wanita yang menjadi ibuku keluar ruangan.
Deg. Aku tersentak, jantungku berhenti sesaat.
Wanita yang menjadi ibuku bergegas masuk kembali ke ruang 26.
Aku mengekor dibelakangnya, masuk kedalam ruangan steril.

Langkahku terhenti saat melihat pemandangan didepanku.
Sosok yang selama ini kukenal sebagai ayahku sedang ditekan dadanya oleh seorang lelaki berbaju putih.
Aku berlari menghampiri. Menyusul mama yang sudah ada didekat papa. 

“Pakai baju hijau”, kata mama menyebut baju steril yang menjadi pakaian wajib untuk masuk ruang isolasi.

Aku berlari lagi ke arah pintu masuk mencari baju hijau yang biasanya tergantung di depan. Aku minta pada seorang lelaki, tapi dia menggelang sambil bilang tidak ada lagi.

“Sudah mbak…ga papa ga pake baju hijau”, kata seorang tetangga yang ternyata ikut masuk. Ruang isolasi yang biasanya hanya boleh masuk satu per satu, siang itu menjadi penuh sesak.

Aku berlari lagi ketempat papaku.
Masih sama dengan kondisi saat aku masuk. Diberi bantuan oleh beberapa orang.
Seorang wanita yang kusebut nenek menangis didekat mama.

Air mataku mengalir saat melihat alat yang ditelakkan di samping tempat tidur papaku.
Alat pengukur detak jantung itu terpampang angka 0.
Mereka terus berusaha mencari tanda kehidupan dari lelaki yang kukenal sangat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Aku menangis dipelukan mama.

Hingga….
“Kami sudah berusaha semampu kami. Tapi tolong diikhlaskan, bapak telah meninggal dunia”, seorang wanita mengatakan itu pada kami. Seolah dialah sang pencabut nyawa.

Hancur…
Remuk…
Redam…
Aku terluka…

Aku tak sanggup lagi menopang tubuhku…
Aku tak sadarkan diri…

“Mbak jangan begini…harus ikhlas…dokter juga sudah berusaha keras. Tapi memang Allah menghendaki ini terjadi”, ucapnya lagi diantara kesadaranku yang menghilang.
Berkali-kali mereka katakan itu sambil menepuk pipiku, mencoba mengembalikan kesadaranku.


Kosong….
Hampa….
Ada sesuatu yang terenggut begitu saja
Sesak rasa dada ini..

Tak sanggup kusebut nama papa
Aku hanya menangis
Dan berkali-kali tak sadarkan diri

Aku marah..
Kecewa..
Menyesal..
Pada diriku sendiri..

Lelaki itu pergi…
Tanpa pesan
Tanpa amanat
Hanya pergi
Berpulang ke Rahmatullah

2 bulan yang lalu..
Saat papaku keluar dari ruang 26
Papa dalam kondisi sadar
Dan tersenyum saat aku mengenalkan seseorang

Tapi kini…
2 bulan kemudian..
Papaku keluar dengan mata tertutup
Tak akan pernah tersenyum lagi

Aku bisa apa?
Hatiku seperti tercabik
Terkejut
Terpana

Aku bahkan belum bisa membahagiakan papa
Aku bahkan belum meminta maaf

Lelaki paling baik didunia
Lelaki paling sabar yang kukenal
Lelaki yang tak pernah mengeluh akan sakitnya
Lelaki yang tak pernah pandang bulu mengenal orang
Lelaki yang tak pernah marah padaku
Papaku…

Seandainya waktu bisa diputar kembali
Seandinya ada mesin waktu
Ingin aku kembali saat papaku masih hidup
Akan kubahagiakan papaku…

Tapi ini jalanku
Aku harus bisa bertahan
Agar papa bisa tenang
Agar papa bisa tersenyum

Lelaki yang kupanggil papa…
Aku minta maaf belum bisa bahagiakan papa
Aku minta maaf selalu kecewakan papa
Aku minta maaf karena merasa jengkel pada saat terakhir papa
Aku minta maaf….

Terima kasihku…
Telah menjadi orang yang sangat mencintaiku
Telah menjadi ayah bagi kami
Telah menjadi orang yang paling bertanggung jawab sebagai kepala rumah tangga
Telah menjadi panutan kami

Aku akan merindukan papa
Rindu saat papa memanggilku ‘Qhiemholl’
Nama yang aku tak tau kenapa selalu papa pakai untuk memanggilku
Rindu saat papa membuka pintu kamarku dan melongokkan kepala
Rindu saat aku mencium tangannya ketika akan pergi
Rindu dengan segala macam kebiasaannya
Aku rindu…

Doaku…
Semoga semua kesalahan papa dimaafkan
Semoga semua amal ibadah papa diterima Allah
Semoga papa bisa tenang di dunia yang abadi

Aku sayang papa
Dan akan selalu begitu
Tanpa pernah bisa terganti oleh apapun
Oleh siapapun… 

Aku sangat kehilangan

Miss you and love you much…

Selamat jalan…
Papa….

1 comment:

AISHITERU said...

Kamu beruntung bisa merasa kehilangan seperti itu. kehilangan yang adalah buah dari rasa sayang pada papamu. karena aku pasti takkan seberuntung kamu.aku tak pernah merasa kasih sayang yang sepantasnya didapati anak.dan sudah lama sekali aku mengganggap diri sebagai anak yatim. (NB: see Saca dan Bapaknya)