Wednesday, October 28, 2009

Lelaki yang ingin menangis


















Mojokerto
28 Oktober 2009
Dengan jiwa Sumpah Pemuda yang lama senyap…
14:19



Mata lelaki itu merasa ingin menangis. Hatinya tidak sedang terluka. Pun raganya sedikitpun tak tergores apa. Tapi perasaannya sedang merindu romansa yang selalu bisa bawa tawa dan airmata secara bersama. Dia begitu ingin meneteskan airmata haru…

Dia bukan penganut faham “Lelaki pantang teteskan airmata”. Baginya menangis adalah romantis. Dan sekarang hatinya sedang merindu romantisme yang kini sedang menjamahi jiwa-jiwa lain. Bukan jiwanya yang jelas-jelas telah memilih hidup dengan wanita yang dua tahun dinikahinya itu. Wanita yang sampai sekarang masih memegang kendali atas rasa cinta dan sukanya. Hingga dia tak pernah sedikitpun merasa perlu membuka mata apalagi jiwa buat hawa lain. Lelaki itu takkan sekejappun biarkan hatinya melayari samudra hati wanita lain. Dia setia tanpa rencana…

Tapi sekarang dia ingin kembali rasai romantis. Siang ini juga dia merasa ingin menggenggam tangan wanitanya. Dengan rasa yang sama persis dengan empat tahun lalu. Saat dengan malu-malu tangannya meraih tangan wanita itu. Di sebuah gang kecil. Di siang terik dengan sedikit angin meniup. Sama seperti sekarang. Pun dengan beragam motif pikiran dalam otaknya. Tentang apakah wanita itu akan berontak membuang jauh genggamannya? Tentang apa wanita itu akan menganggapnya kurang sopan santun? Tentang apa wanita itu akan berfikir dia begitu berpengalaman dalam hal menarik tangan wanita? Tentang tatapan seperti apa yang akan didapatinya di mata wanita itu? Dan tentang semua yang wajar dirasa untuk sebuah pengalaman pertama…

Pengalaman pertama bergenggaman tangan dengan wanita itu…
Genggaman pertama itu sudah bertahun-tahun yang lalu…
Sudah begitu berlalu dari masa sekarang…
Dan kini dia mau merasai kembali pengalaman pertama itu…
Tidak dengan wanita lain…
Tidak dengan pasangan baru…
Harus tetap dengan wanita dulu…
Wanita yang kini telah bersanding sebagai belahan jiwanya…

Lelaki itu berhasil menangis. Menangis sendiri. Tapi tak sedikitpun karena kesepian. Tangisan yang begitu nikmat. Tangisan romantis oleh kenangan masa lalu dengan iringan nada Winter Sonata. Dia melelehkan airmata perlahan tanpa wanita itu…

Lalu bayangan tentang hutan MIPA mampir sebentar di kesenduan siangnya…
Diikuti dengan penjelajahan malam menyusuri kampus bersama wanita itu juga Asunaronya…
Kemudian berfoto kotak di Matos. Dia berkemeja coklat dengan celana warna senada sedang wanitanya berjaket biru langit bercelana jeans hitam lalu penutup kepala acak warna. Jaketnya tepat badan. Lalu berpose kaku dan jauh dari kesan romantis. Tapi jika sekarang diingat, terkesan begitu malu-malu…
Lalu beli oleh-oleh di pasar Dinoyo. Apel Malang…
Dan kembali terpisah genggam dengan wanitanya…
Untuk waktu yang lumayan lama…
Tapi mereka sudah sama-sama terbiasa…

Winter Sonata habis dia putar berkali-kali. Kini untuk beberapa masa, dia membiarkan nada itu terputus dan beristirahat. Berganti dengan Adzan Ashar…

Kini hatinya telah kembali normal. Tak lagi rindui sendu. Tak lagi ingin menangis. Semua telah kembali seperti biasa. Bahkan kini dia menulis dengan tanpa airmata…
Hatinya telah terpuaskan dengan airmata indah tadi…


14:42
Dan aku merasa sama rasa dengan lelaki itu…
Persis sama dengan dia…
Juga sempat ingin menangis romantis bersama Winter Sonata dan ingatan masa dulu…
Kuputar kembali Winter Sonata…

No comments: