Sunday, March 29, 2009

Aku begitu merindu nama itu...

Kediri
24 Maret 2009
Pada sebuah Selasa dengan gerah yang meredup
Saat aku menyadari kembali betapa semua harus silih berganti


Aku masih di Kediri. Dalam kondisi hampir mengakhiri kehadiranku disini. Setelah beberapa hari menumpangkan nafas untuk nikmati gempita kota tahu ini. Pada akhirnya aku harus berakhir juga. Kembali pada kotak hidupku sendiri. Tak ada yang mengiringi kepergiaanku kali ini. Hanya lelakiku itu saja yang memberikan aku sebuah pengantaran dengan alasan tak sanggup kutinggalkan sendiri. “Lebih baik kamu yang melihatku berlalu daripada aku yang harus melepasmu tertelan jarak lalu menghilang bersama jauh,” begitu katanya. Maka baiklah kuijinkan dia mengiringku meski aku sebenarnya lebih ingin sendiri nikmati sore diatas sebuah bis. Aku tak punya pikiran untuk melolaknya. Hanya bisa mengiyakan setelah sebelumnya meyakinkan dia tentang apa yang telah diputuskannya…

Aku masih disini. Menunggunya melebur jadi nyata yang lalu akan membawaku berlalu dari sini. Sendiri membuatku lebih bebas menerka mimpi. Aku juga merasa bebas memain- mainkan masa laluku yang tertinggal disini. Sebuah petualangan hati. Aku dan seorang lelaki lain yang hanya kumengerti lewat nama. Seorang Omar Randu yang dulu begitu mengusik nyawaku. Dia sempat terekam sebagai bagian akhir kehadiranku di kota ini. Saat aku memutuskan untuk tidak lagi menyentuhkan nafas disini. Kala itu Oktober 2008. Dia ada sebagai hiasan hidup penghias nafas letihku. Dia datang bersama sekantong titik harapan untuk rasai naik turunnya kehidupan. Dan dia berhasil. Aku tersenyum begitu bahagia oleh nama dan suaranya. Begitu membangkitkan serabut bahagia di urat jiwaku. Aku juga pernah begitu menantinya dan mengutuk waktu yang terasa begitu lambat. Waktu dia memintaku menunggu. Itu semua terjadi dulu.

Lalu waktu terus melaju. Dan kini kutemukan dia hilang. Lenyap dari ceruk harapan yang dulu pernah kubangunkan untuknya…

Lalu aku tetap jalani hidup pada sisi dunia ini. Sendiri melayar. Hanya bergandengan tangan dengan beberapa bentuk pengandaian. Lalu aku sampai juga pada sekarang. Berusaha tetap bertahan dan menikmati sisa- sisa kekuatan untuk nikmati petualangan perasaan. Saat aku memikir lebih dalam dan menerawang kembali ke masa yang dulu, aku tersentak dengan kenyataan betapa sudah sangat panjang jarak petak sekarang dengan masa aku menimang rasa dengan nama lelaki itu. Sungguh banyak yang telah berada diantara kenanganku atas nama itu dan masaku saat ini. Yang semakin menyesakkan diri adalah kesadaran atas ketidakberdayaanku untuk merasai nama itu kembali. Karena dia tak lagi mengabdikan namanya untukku. Meski aku yang awalnya mengakhiri permainan rasa dengannya, namun kini akulah yang merasa dikalahkan. Karena sekarang aku, tiba- tiba, merinduinya. Lalu aku bertanya; Apa dia masih menyisipkan namaku di entah bagian dirinya sebelah mana? Jika iya, maka akulah pemenang permainan ini. Tapi manusia takkan pernah tahu isi hati manusia lainnya. Maka aku tetap merasa kalah. Aku sungguh ingin hanya bertegur kata dengannya. Sebentar saja. Hanya sekedar ingin melegakan rasa. Tapi tak bisa. Nama itu memang tak pernah setia padaku…

Hari sudah berganti panggilan…

Aku sudah kembali pada dunia nyataku. Kembali berakrab dengan kebebasan. Bertali jiwa dengan kesepian yang selalu berusaha kuingkari. Pejamkan mata sambil nikmati gerakan lunglai sang waktu. Aku kembali melempar diri di kota kelahiranku ini. Sambil sesekali menghibur rasa lewat kata- kata. Dan mulai melupakan makna sebuah harapan. Aku terlalu lelah dan juga takut kembali terlantar oleh harapan. Aku mengubur cara untuk berharap. Aku hanya mendoa agar bisa selalu merasa bahagia dengan situasi apapun karena manusia takkan pernah merasa puas.

Aku sudah berulang cara mencoba lupakan nama itu. Namun tak bisa sepenuhnya mampu. Jiwaku tetap berharap agar suatu masa nanti aku nikmati nama itu kembali. Cuma itu yang kumaui karena aku tak lagi sedang berada pada masa bebas memilih rasa. Aku sudah memilih untuk melayarkan jiwa raga pada sebuah lelaki nyata. Aku tahu nama itu tak akan mungkin bisa jadi Siapa. Nama itu akan selamanya menjadi Apa yang adalah sebuah benda. Bukannya sebagai Siapa. Karena waktulah yang memilihkan peran untuknya. Aku tahu itu. Maka aku hanya mendoa bisa sesekali rasai degupan kencang detak jantung jika aku memang sedang ingin merasainya kembali. Mungkin aku memang egois. Damn, I do miss it much!!!

Aku begitu merindu nama itu…
Aku ingin kembali bersenggama dengannya…
Kembali merasa menantikan sesuatu dengan begitu…
Mengharap waktu segera hantarkan diri pada suaranya…
Bisakah aku meminta itu terjadi?

Aku tidak sedang mengkhianati siapapun…
Karena aku hanya menyimpannya sebagai sebuah rasa…
Nama itu begitu menggodaku tanpa ampun…
Apa nama itu masih mengingat bahwa aku memang benar ada?

Nama itu adalah Omar Randu…


Saat ini hari sudah bernama Kamis
Bertanggal 26 Maret 2009
Dan bersetting Mojokerto
19:06

No comments: