Sunday, March 29, 2009

Di Kediri dengan senyum beraroma manis...

Kediri
Tertanggal 20 Maret 2009
Kala hari akan begitu segera berganti nama…
Hampir Sabtu dini hari…


Aku kembali melemparkan raga dan nyawa di Kediri. Bukan untuk selamanya menjadikannya sebagai setting hidupku kembali. Aku hanya ingin sejenak menuai kenangan yang baru kutinggalkan disini. Sengaja ingin kutemui kembali semua yang dulu kulepaskan oleh paksaan keadaan. Memang adalah sebuah pilihan. Lalu aku memilih untuk meninggalkan Kediri beberapa waktu yang lalu. Kini, aku kembali rasai Kediri dengan lidah rasa yang berbeda. Nyatanya Kediri kali ini terasa begitu mengharukan.

Jalan- jalan panjang yang dulu selalu kutelusur. Warung- warung yang sempat jadi tempat tujuan untuk gembungkan lambung. Tempat- tempat belanja yang kala itu sempat jadi tempat favorit. Lalu wajah- wajah yang dulu begitu lekat dengan indraku. Bahkan udara gerah yang dulu juga tak luput dari umpatanku kini tersenyum manis menyambutku kembali disini. Kedatangan yang hanya beberapa hari saja. Karena aku telah memilih kota lain untuk kutinggali. Bukan lagi Kediri. Bukan karena kekecewaan terhadap kota ini. Hanya karena hidup adalah barisan pilihan. Lalu aku merasa harus memilih, juga.

Lima menit lagi hari sudah bernama Sabtu. Surga bagi semua manusia pekerja. Surga bagi siapapun yang terbiasa hidup dalam hiruk pikuk kesibukan. Surga bagi siapapun yang masih punya hasrat buat sekedar melepas suntuk. Hari inilah surga ini dimulai. Mungkin akan berakhir esok malam.

Dua batang A-Volution telah tanjaki bibirku. Udara masih saja mengganas. Rasa kantuk masih enggan mengetuk kelopak mata. Map biru usang ini kupaksa usir rasa gerah. Butir- butir peluh nyata terjatuh. Begitu gerah kota ini. Pun demikian lelakiku sudah erat bersinggungan dengan mimpi. Capek mungkin. Biarlah. Suara lirih para lelaki muda masih saja berputar- putar disekitar telingaku. Mereka mengobrol entah apa. Terdengar hanya sayup. Tak begitu jelas karena mereka sadar akan etika berbicara pada malam hari.

Winamp-pun masih asyik melolongkan suara para penjual nada. Seperti biasanya, aku berteman nada maya yang terekam di sebuah ceruk ibukota entah kapan itu. Aku merasa hidup sedang begitu melunak. Hatiku bergembira oleh semua hal yang kutemui.

Dengkuran itu semakin keras. Pertanda lelaki itu begitu terlelap. Kantukku berjingkat pelan dekati kelopak untuk kemudian mengetuk, mengharap dibukakan pintu lalu mendominasi hidup lewat katupan mata. Normalnya memang seperti itu karena sekarang sudah dini hari.

Kendaraan yang sedari tadi berkelebat di jalan raya depan kos inipun sudah mulai tersihir oleh waktu. dini hari begitu kuat berikatan dengan lelap dan sepi kecuali oleh dengkuran.

Sedikit demi sedikit rasaku sudah terpuaskan. Lihat apa aku masih bisa merasa begitu puas seperti hari ini di esok hari. Well, aku hanya mendoa agar bisa selalu bahagia pada situasi apapun. Karena manusia takkan pernah puas maka sia- sia saja jika aku memohon agar bisa merasa puas. Yang ada hanya kesia-siaan jika begitu. Maka aku merajuk oleh adanya rasa bahagia. Dan kudapati itu. Syukurlah.

Pukul 12:08 dini hari.
Hari ini sudah berganti nama jadi Sabtu, seperti yang tadi kubilang.
Kantuk sudah berhasil mengetuk kelopak dengan begitu keras dan tergesa.
Dengkuran lelaki itu menggelitikku untuk bergabung dengannya malam ini.
Bersama dalam lelap.
Baiklah…
Lelap, aku akan segera datang…



Di Kediri dengan senyum beraroma manis…
12:10 dini hari

No comments: