Saturday, April 18, 2009

Acara pagi ini...


Mojokerto
15 April 2009
Rabu pagi yang melegakan
Bertepatan dengan ulang tahun ke dua puluh enam Arie Mardiana…


Nyawaku terbangun kala hari masih begitu muda. Beberapa jam aku menghimpitkan kelopak mata ini. Mengistirahatkan seluruh organ kecuali jantung yang kuminta untuk terus berdetak. Kemudian berjalan menuju mimpi. Sebuah mimpi tanpa arti. Skenario mimpi memang tak selalu berlogika. Saat aku terbangun, yang kuingat adalah sebagian kecilnya saja. Bahwa di mimpi aku bertemu Mugi Brillianto. Entah darimana datangnya ide cerita mimpiku pagi ini. Datang begitu saja. Dibintangi manusia Asunaro baru itu. Sudahlah…

Ngantuk adalah benar sebuah bentuk mabuk. Mataku terpaksa membuka diri dengan rentetan rasa kantuk yang masih menggantung di kelopak. Kupaksa mereka untuk membuka meski dengan begitu sipit. Tak tahan dengan cahaya mentari yang datangnya lebih dulu. Kulihat jam salah satu handphone, terbaca pukul sembilan lebih beberapa menit. Lalu kusapu headset dan kusenggamakan dengan SE W550i ku, kunikmati Good Morning Hardrock pagi ini. Tertidur kembali sejenak dengan headset terpaku di telinga. Tak lama memejam mata. Lalu terbangun kembali. Kulihat kembali jam di handphone. Terbaca pukul tujuh lewat beberapa menit. Itu artinya ada kesalahan pembacaan jam karena aku sedang mabuk berat oleh pengaruh kantuk. Ternyata hari masih begitu pagi…

Tempat tidur itu sedang berwarna hijau muda juga. Cukup untuk dua orang. Dan aku hanya menempati di salah satu sisinya saja. Pinggir. Tak pernah yang bersentuhan dengan dinding. Alasannya karena aku tak suka dinginnya dinding. Tempat tidur itu diselimuti kain sprei hijau muda berhias bunga tulip merah muda. Dua bantal tidur, sebuah guling, sebuah bantal sofa hijau, selimut tebal warna padu hijau kuning muda juga sebuah bantal bentuk cinta warna merah muda hadiah lelakiku beberapa tahun dulu. Terasa begitu nyaman meski bukan spring bed…

Beberapa menit kemudian…

Suara beberapa lelaki itu tertangkap telinga. Lalu kuputuskan untuk beranjak dari tempat tidur berbalut hijau muda ini. Berjalan malas menuju jendela depan untuk menyibakkan tirai putihnya. Lalu kumatikan kipas angin kecil yang sejak tadi malam memutar oleh perintahku. Biarlah dia beristirahat dulu sepanjang pagi siang dan sore nanti. Lalu kuarahkan kaki kembali ke samping timur tempat tidur. Ada jendela besar disitu. Jendela kayu jati yang mengarah ke tempat cucian. Kuraih tirainya yang juga putih. Kusibakkan. Kamar ini lalu begitu benderang. Terakhir kurapikan sisa- sisa mimpiku di tempat tidur dan kubuka pintu jati itu. Kemudian duduk sejenak di balkon depan kamar. Berusaha mencari- cari kelebat angin pagi. Tapi tak banyak yang kutemu…

Sedangkan…

Hardrock FM masih terus mendengung merdu. Temaniku yang sedang membasuh diri di kamar mandi yang juga berwarna hijau muda ini. Beberapa menit disana sambil nikmati pagutan suara air dan radio pagi. Begitu nyaman terasa. Baiklah…aku selesai mandi.

Aku naik kembali ke kamar. Meraih jeans Wrangler dan jaket orange kebangsaanku yang sejak beberapa hari yang lalu kusiksa di gantungan. Lalu kupoles wajah dengan make-up seminimal mungkin. Mengoles lip gloss sedikit. Sengaja kulewatkan ritual bersisir. Sedang malas mengurus rambut. Toh, dia masih rapi- rapi saja meski hanya dilibas jemari. Tak masalah. Eits, ransel warna gelap cepat kuraih untuk kumasuki amplop coklat besar, tempat handphone yang sekaligus berperan sebagai dompet, kotak kacamata lalu headset Sony Erricson W550i. Itu saja. Fleksi sengaja kutinggal di meja balkon depan kamar. Maka ransel itu jauh dari berat….

Sekarang aku sudah terduduk diatas jok motor. Menyalakan mesin sambil menjangkau helm biru tuaku. Mencari- cari sandal jepit coklat. Bergaya berandal kali ini. Feel so damn free!! Lalu menuju kantor pos yang hanya berjarak kurang dari lima menit dengan kecepatan empat puluh kilometer per jam. Tentu saja untuk mengirimkan amplop coklat besar tadi. Di sebuah alamat di Kalimantan Selatan…

Tiba di kantor pos…

Parkir di sisi paling kiri. Membuka pintu kaca kantor pos. Meletakkan amplop coklat di atas meja pengiriman. Kutumpuk dengan amplop coklat orang lain. Biarkan amplop itu antri untuk dirinya sendiri. Antri untuk dilayani. Lalu dimana aku? Aku sedang di teras kantor pos. Apa yang kulakukan disana? Membaca beberapa pengumuman lowongan pekerjaan yang dipampang disana. Hanya untuk iseng karena kuyakin tak ada yang kuminati. Tak lama disana. Kurang dari lima menit saja. Lalu kembali kedalam. Duduk hanya sejenak dan mendengar namaku dipanggil. Aku dilayani. Amplop itu dikirim dengan biaya enam ribu rupiah. Sampai dalam waktu tiga sampai empat hari kata pegawai kantor orange itu. Selesai…

Lalu aku kembali pulang dengan beberapa pertimbangan sederhana. Pertama, bensin motor sudah hampir kosong melompong. Mungkin yang tersisa hanya beberapa tetes saja. Kedua, memang aku tak punya tujuan lain. Mungkin yang terpikir hanyalah ke warung internet. Lalu ketiga, jika benar ke warung itu maka akan ada dua kemungkinan yaitu habis bensin di tengah jalan dan uang minimal tiga ribu rupiah akan melayang terbang dari dompet tipisku. Dan aku tidak mau satupun ketakutan itu terjadi. Maka disinilah aku sekarang. Kembali di rumah…

Sekarang aku sedang bersenggama dengan televisi sambil membaca pesan balasan dari Arie yang pagi ini tepat berumur dua puluh enam tahun dan sedang hamil enam bulan…

Begitulah acaraku pagi ini…



Masih belum begitu siang…
12:07

No comments: