Thursday, April 2, 2009

Dengan perasaan tak berguna...

Kediri
2 Desember 2008
Pada sebuah Selasa siang yang (seperti biasa) terasa begitu gerah



Hari ini adalah hari keduaku pada status baru ini. Terasa begitu membosankan. Tidak ada lagi yang bernama rutinitas karena semua bisa dilakukan kapan saja tanpa jadwal pasti. Aku sebenarnya tidak keberatan dengan status dan hilangnya rutinitas itu. Aku hanya merasa miris kala mengingat betapa tidak bergunanya aku sekarang ini. Tidak melakukan apapun demi orang lain. Batinku begitu sakit menyadari keberadaanku disini.

Masalahnya bukan karena aku merasa ingin dan seharusnya kembali ketempat semula. Sungguh bukan itu! Kalaupun aku kembali ditanya tentang kemauanku, aku tidak akan menjawab aku mau kembali kesana. Aku tidak terlalu berminat kembali pada sesuatu yang dulu pernah kurasai. Ada banyak kecewa disana.

Masalahnya adalah perasaan tidak berguna ini. Itu saja. Terus berada dirumah sama halnya dengan memperkuat kenyataan bahwa tidak ada seorangpun membutuhkanku hingga aku akhirnya terpaksa memilih untuk tetap tinggal. Penghiburanku sekarang adalah melewatkan malam berada entah dimana, yang jelas diluar rumah. Dengan begitu aku merasa biasa. Aku merasa tidak ada yang berbeda karena disaat aku masih punya rutinitas dulu aku juga meluangkan waktu untuk bersenang- senang di malam hari. Terasa tidak ada yang beda meski sebenarnya semua tidak lagi sama.

Aku khawatir otakku berhenti bekerja maksimal karena terlalu lama tinggali kenyamanannya tanpa harus dipaksa untuk menjadi lebih produktif lagi. Aku juga tidak mau ragaku terus menjadi lunglai karena merasa tidak perlu harus melakukan sesuatu. Bathinku sudah jelas merasa malu. Ditambah lagi dengan dugaan bahwa kolegaku akan perlahan namun pasti segera menghapus aku dari ingatannya karena tertimbun oleh ingatan lainnya. Tetap saja aku tidak mau kembali.

Mungkin aku adalah manekin bumi yang lengkap dengan kostum idealis dan aksesoris keras kepala. Merasa selalu yakin akan dikagumi untuk kemudian dibeli dan dinikmati pembeli. Beberapa penggal nafasku memang begitu keras. Aku masih merasa begitu yakin untuk bisa segera dapati kebahagiaan jenis lain. Semua pasti ada saatnya. Lalu kini aku mendoa agar aku segera dipertemukan dengan saat itu agar aku tidak lagi merasa tersingkir dari percaturan bumi ini.

Aku masih juga disini melukiskan apa yang dilukiskan hatiku. Jemariku semakin lincah berdendang diatas keyboard karena hanya ini yang aku harapkan bisa jadikan aku sedikit lebih berguna.

Tidak sedikit orang mempertanyakan keberanianku (atau bisa juga disebut kenekatanku) untuk memutuskan keluar dari zona aman. Sebuah keputusan yang mungkin jarang terlintas dibenak para fana lain. Butuh keberanian super untuk memutuskan menapaki jalan gelap lagi setelah selama beberapa penggal waktu berada di jalur bebas hambatan.

Aku kembali menjadi begitu lemah. Terus saja merasa ingin ungkapkan rasa lewat airmata. Aku takut terjebak dalam idealismeku sendiri. Takut kalau aku tidak lagi mampu bangkit membangun istana bahagia. Aku kuatir kalau aku tidak lagi punya keberanian untuk menjalani resiko dan membuka jalan bagi cahaya bahagiaku.

Sejatinya aku sedang mempunyai banyak sekali pilihan yang masing- masing diantaranya akan membawaku pada akhir yang berbeda. Entah menjadi lebih baik, lebih buruk dulu untuk kemudian mata awasku merasa perlu harus bekerja lebih keras lagi untuk capai baik, atau selamanya berada dalam tidak baik. Terlalu banyak pilihan itulah yang membuatku melemah, sisi Geminiku mendominasi hingga aku kehilangan keberanian untuk yakin pada satu jalan untuk kemudian terus melaju sampai dapati akhir.

Raga dan hatiku melemah dan merasa sangat perlu dihibur sesuatu. Seingatku aku belum pernah merasa selemah ini. Meski dulu aku pernah jalan terseok tapi keyakinanku capai titik puncak. Tapi kini rasanya keyakinan dan jiwaku sedang sama- sama melemah. Takut menarik keputusan lanjutan.

Aku harus bagaimana? Aku tidak mau lemah. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan siapapun. Mulai sekarang aku akan tentukan arah lagi. Aku tidak lagi mau perduli terhadap arah angin yang mungkin akan mengganggu langkah kakiku. Sekuat apapun angin membawaku kembali, aku masih tetap bisa melangkah maju. Bedanya hanya pada jarak tiap langkah kaki ini, tidak akan terlalu jauh, namun tetap saja namanya adalah melangkah.

Aku mau merasai semua yang memang aku maui. Bukan atas dasar ilmu yang kugenggami karena kutahu hal itu tidak terlalu nyaman. Aku harus mendobrak pintu untuk bisa keluar dari konvensi dan pikiran orang lain. Aku tidak lagi mau perduli. Biarlah aku dianggap remeh. Aku hanya mau merasai bahagia versiku sendiri. Itu saja. Aku sudah memutuskan untuk lebih kuat. Hari ini aku menunaikan niat. Belum juga tahu kapan jadikan niat itu sebagai nyata. Aku tidak mau lagi merasa tidak berguna. Aku harus segera bergerak tembus konvensi. Cari bahagia dan bebaskan jiwa. Aku sudah memutuskan keluar secara baik- baik dari dunia formalitas. Aku harus konsisten. Tidak ada lagi penyesalan pun keinginan untuk kembali. Harus membuat jalan sendiri.

Aku mau undur diri dari rasa sepi. Berpamitan baik- baik dari rasa tidak berguna. Aku mau segera masuki dunia tanpa nama yang bisa sajikan bahagia untuk seorang fana sepertiku. Kini aku siap. Segera mulai rasai nyawa baru.

Nyatanya aku masih juga merasa tak berguna…
Karena aku masih disini sambil berusaha mencari cara luapkan rasa…
Harusnya aku lakukan sesuatu untuk orang lain…
Agar jiwa dan ragaku merasa dibutuhkan…

Aku merasa lega hanya saat terlelap meski tidak mudah untuk mengatupkan mata saat otak sedang berontak. Aku mau terus pulas agar semuanya terasa baik- baik saja.

Kipas angin itu terus berusaha menghiburku…
Aroma sedap malam ini memang kukagumi…
Sekian untuk saat ini…

16.11

No comments: