Mojokerto
8 April 2008
Pada sebuah Rabu yang gulita
Malam menjelang Pemilu Legislatif 2009
Bumi sudah gulita. Lampu- lampu sudah dipanggil menggantikan mentari yang beberapa jam yang lalu sudah menutup mata. Lalu bumi sedikit merasa benderang. Meski hanya di beberapa belahan sisinya saja…
Aku masih menyapu waktu di salah satu ruang rumah dengan televisi beberapa inchi ini, yang menyala gempita. Stasiun TV berebut menarik hati. Lalu kuputuskan memilih salah satu diantaranya. Sebuah acara musik malam di sebuah stasiun bernama Trans 7. On the Spot hadirkan Mahadewi dengan Sumpah I Love You…
Mataku telah buta
Tak dapat melihat wajah yang rupawan lagi
Selain dirimu…
Hatiku sudah mati
Tak dapat merasa kerinduan yang lain
Selain dirimu…
Sumpah I love you
I miss you
I need you
Aku tak bisa musnahkan
Kamu dari otakku
Lalu otakku mulai bereaksi bagai larutan yang teroksidasi udara. Menggeliat pelan. Mencoba memaknai deretan lirik berbalut nada itu.
Untuk lelakiku itu…
Aku sungguh berharap untuk bisa rasai lirik itu. Untuk benar- benar mendapati perasaan yang persis sama dengan deretan panjang kata- kata dalam lagu itu. Aku mau mataku menjadi buta dan tak lagi mampu melihat wajah yang rupawan lagi selain kamu. Pun aku begitu mau hatiku mati rasa lalu tak lagi mampu merasai kerinduan untuk yang lain. Aku begitu ingin semua bagian pada diriku hanya mengkiblat pada kamu. Aku sungguh punyai harap agar bisa mengarahkan hati pikirku padanya. Begitu ingin aku hidup seperti apa yang dikata Mahadewi itu…
Mungkin benar katamu. Bahwa aku tidak bisa setia hati dan laku hanya padamu. Bahwa aku tak pernah bisa menjaga perasaanmu. Bahwa aku selalu membuatmu merasa ketar- ketir dan cemburu. Tapi harap kamu tahu satu hal. Bahwa aku hanya mau mengalihkan beban hidup. Bahwa aku tak pernah punya sedikitpun niatan untuk melangkah sendiri atau dengan lelaki bersebutan lain. Percayalah…
Lelakiku…
Aku sadar kekuatan hatiku. Hanya aku yang sepenuhnya memahami kadar hatiku ini. Karena sebenarnya sampai saat inipun hatiku tidak pernah benar- benar mengingini siapapun. Karena memiliki adalah kesiapan untuk tersakiti. Dan dimiliki adalah kesiapan untuk kehilangan bulir- bulir kebebasan. Dan aku tak mau itu. Jika pada akhirnya aku berakhir dengan kamu maka kuanggap itu sebagai sebuah takdir yang bahkan aku sendiripun tak pernah punya daya untuk merubah. Dengan siapapun aku sekarang, aku tak pernah berhenti melangkah puaskan diri mengukur kekuatan hati. Karena aku begitu yakin bahwa aku tak akan pernah mengingini untuk memiliki pun dimiliki oleh siapapun. Bahkan aku tak pernah berfikir untuk memiliki sekaligus dimiliki lelaki. Aku hanya mau bebas merasai apapun yang aku ingini…
Lelakiku…
Maafkan aku…
Maaf karena aku tak pernah punya cara benar mencintaimu…
Maaf karena aku selalu gagal menjaga perasaanmu…
Maaf karena aku tak pernah rela kehilangan kebebasanku…
Lelakiku…
Aku tahu begitu menderita bersama manusia sepertiku. Karena semua yang aku rasa tak pernah sama dengan yang seharusnya. Karena aku selau punya cara sendiri untuk nikmati semuanya. Dan karena itulah aku tak pernah sanggup berikan kebahagiaan mutlak bagimu. Maafkan aku. Maaf karena tak pernah mau dan bisa menjadi sama dengan wanita- wanita lain…
Tapi, aku mau kamu percaya penuh padaku. Percaya karena aku tak akan pernah menjauh darimu. Dengan siapapun aku menjajal hati, namun aku terlanjur menganggapmu sebagai sebuah takdir. Dan kamu adalah takdirku yang tak bisa dirubah. Maka aku akan selalu ada untukmu…
19:34
Para nyamuk sedang asyik melenggang...
No comments:
Post a Comment