Sunday, April 19, 2009

Untuk Suara Bijaksana itu...

Mojokerto
19 April 2009
Minggu malam dengan rintik gerimis romantis
21:21


Gerimis mulai menitik sejak beberapa detik yang lalu. Aroma segar mulai menyibak tirai malam. Rintihan atap oleh tangis gerimis seakan menambah romantisme Minggu malam ini. Bumi seakan secara sukarela menyerahkan diri untuk disakiti tajamnya rinai. Begitu indah bagi hatiku yang saat ini sedang tersenyum…

Hari ini terasa begitu dekat dengan sempurna. Hatiku begitu berbinar. Pikirku terasa begitu bebas melanglang. Ragaku merasa begitu lega dan jauh dari rintihan. Semua sedang menyatu dengan kesempurnaan hari laksana udara yang begitu erat menyatu dengan semesta…

Aku datang sekarang untuk sebuah suara…
Sebuah suara yang bijaksana…

Untuk sebuah suara bijaksana itu…
Yang datang bertandang tadi malam…

Terimakasih untuknya yang telah mengabdi diri secara tulus kepadaku. Yang telah berikan beberapa gelintir kalimat penguat bagi jiwaku yang malam tadi terasa begitu merapuh. Merapuh oleh ketidakberdayaanku sendiri. Tidak berdaya mengubah pikir demi nyamankan sebuah jiwa pribadiku. Lalu jiwaku terdominasi tangis yang tanpa ampun menggilas kelopak mata lelahku. Aku tertunduk dalam sebuah nyata yang kuharap hanya sebuah mimpi buruk. Bahwa aku bisa kapan saja terbangun dan kembali pada nyata. Tapi sayangnya jiwaku sedang secara nyata melemah. Terlanjur terapuh oleh pikiran yang datang bersama beberapa sugesti akan kegagalan- kegagalan yang selalu sabar menanti aku berjalan mendekati. Semalam aku terlalu lelah tangisi diri yang masih hanya bisa begini…

Tak banyak yang aku tahu tentang dia…
Tapi dia selalu ada untukku…
Sebagai suara…
Lalu kunamai dia Suara Bijaksana…

Begitu berterimakasih aku padanya. Aku selalu merasa begitu nyaman oleh hadirnya. Aku cinta jadi pendengarnya. Aku rela mengabdi waktu padanya. Pun aku tak keberatan membagi nyawa dengannya. Meski hanya lewat pendengaran.

“Jangan berfikiran negatif. Positive thinking saja”

“Yakinlah kamu bisa maka kamu bisa. Aku yakin kamu bisa”

“Berjuanglah jauh lebih keras sekarang maka kamu akan dapati apa yang kamu maui”

“Baca lagi Sang Alkemis. Resapi semua kalimat dan pahami maknanya lalu implemetasikan dalam hidupmu!”

“Sekarang kamu tahu masalahnya dan kamu juga sudah tahu cara mengatasinya maka lakukan sesuatu untuk mengatasi semuanya!”

Aku begitu tertolong oleh kalimat- kalimat itu. Beberapa deret yang datang berbungkus sihir karena nyatanya aku merasa bisa dapati semangat juangku kembali. Aku merasa bisa kembali menatap hidup dengan lebih berani. Tak lagi tertunduk oleh ketidakberdayaan. Tak lagi tertindas oleh ketakutan. Tak lagi terkurung oleh prasangka- prasangka buruk. Tak lagi mau berhenti di titik rendah ini. Kalimat- kalimat itu seakan datang bersama beberapa nyawa baru yang kemudian merasuki nyawa pribadiku yang sedang lunglai oleh kekecewaan, ketakutan, kesendirian, kesia- siaan sekaligus ketidakberdayaan. Kini aku punya nyawa baru. Nyawa baru yang lebih hidup!!!

Maaf karena aku tak bisa menyebut namanya. Aku hanya berhak memanggilnya sebagai sebentuk suara. Maka aku mau berterimakasih dengan segenap hati, pikir dan nyawa baruku. Berterimakasih kepada suara itu…

Suara bijaksana….
Teruslah iringi nyawaku yang mungkin akan merapuh lagi…

Suara Bijaksana,
Maaf, atas semua yang kutuang disini…
Karena mungkin kamu merasa tak berkenan…
Aku hanya merasa dapati kembali yang dulu sempat kulepaskan…
Dan kamulah yang membawanya kembali…

Kanvas kata ini terkesan begitu berlebihan. Tapi aku tak mau berkawan dengan kebohongan. Benar inilah yang kurasa. Karena hati memang tak pernah punya sistem pengukur hingga dia selalu gagal mengukur rasa. Alhasil kadang terkesan berlebihan. Tapi itulah yang benar dirasa olehnya…



Gerimis diluar sana masih saja begitu romantis…
Mungkin karena aku yang sedang terlalu dramatis…
22:12

1 comment:

ivory said...

jiwaku mungkin terlalu kanak untuk mengerti arti "bijaksana"...
suara bijaksanamu... aku telah merusak nadanya.
hingga sumbang saja yang tersampaikan... yang pasti karena sinyal buruk penerimanya...
suara bijaksana yang kau sambungkan untukku... tinggal kedip kedip tanda bahaya...
sungguh,hati ini... tak tentu maunya.
jiwaku terlau terjal untuk mendengar gaung indahnya. tak ingin merusak suasana, suara itu indah pd tempat dia menjadi bijaksana. hati ku pun berdamai... mendengar suara bijaksana mengalun merdu mengiringi nyawamu untuk dikuatkannya. selamat jalan suara bijaksana.