Thursday, April 2, 2009

Pada sebuah malam yang telah diliputi lelah...


Pada sebuah malam yang telah diselimuti lelah…
Masih juga bersetting Kediri
Pada sebuah Rabu tertanggal 26 November 2008



Perasaanku tiba- tiba melemah. Merasa tidak yakin akan bisa kembali dapati sebuah tempat lagi. Bathinku merasa enggan lepaskan hari ini. Aku mulai mendapati apa yang sebenarnya sedang aku cari dari sebuah kehampiran. Kali ini aku tidak sedang melebih- lebihkan rasa. Ini memang benar adanya.

Kebiasaan yang telah tertapaki sekian lama kini harus dilepas untuk kemudian digantikan dengan sebuah kebebasan mutlak atas kehidupanku. Tidak akan ada lagi keluhan tentang kelas- kelas menyebalkan. Jenuh atas rutinitas juga telah terhapuskan.

Masalahnya adalah apakah aku bisa tetap hidup dengan ketiadaan rutinitas. Lalu apa yang akan aku lakukan? Akan bahagiakah aku? Dimana aku akan berada? Dan yang terpenting adalah apakah namaku akan terus ada dalam benak semua yang sedang akan aku tinggalkan? Apa aku akan dirindui? Atau bahkan akan segera terhapus oleh penuhnya memori otak para kolegaku?

Aku mau terus hidup dalam hati semua fana yang sempat jadi bagian hidupku. Aku mau nyawa- nyawa lain terus menyimpanku. Memang terasa sangat tidak adil bagi mereka karena mereka akan hidup dalam sebuah kenangan akan aku. Aku yang biasa duduk disitu. Aku yang sering membuat keributan. Aku yang terkadang tidak bisa mengendalikan emosi. Aku yang selalu saja berpahit lidah.

Kesibukan akan menguburku dalam- dalam. Para kolega itu akan segera meniadakanku. Karena hidup akan terus tergantikan. Bagian diriku akan terserap oleh masa, lalu menguap bersama embun dan benar- benar hilang.

Aku merasa kehilangan sesuatu. Aku sedang merasa tidak mau dilupakan dan sangat takut dilupakan. Tapi akupun tidak berniat mengulang hari. Mengganti keputusan juga terasa sangat tidak mungkin. Akhirnya aku kembali pada “Hidup adalah keberanian dalam rasai resiko. Semakin kita bernyali tantang resiko, semakin hebat kita nantinya”.

Aku selalu saja takut kehilangan. Dan sekarang aku sedang sangat ketakutan. Rasanya ingin hentikan semua jarum jam agar tidak lagi berdetak. Agar waktu terhenti pada detik ini karena aku masih takut hilang, dihilangkan lalu kemudian kehilangan.

Besok farewell party buatku. Jika kemarin aku mendoa agar waktu segera bergulung, maka kini aku merasa seharusnya aku bisa lebih menikmati perjalanan waktu. Seharusnya aku merasai semuanya dengan puas dulu. Sebuah pesta perpisahan. Pesta bernama perpisahan itulah yang menampar aku keras seakan mengingatkanku akan sebuah akhir. Akhir dari semua yang selama ini aku lakukan. Mungkin aku akan bersedih untuk beberapa waktu. Kini aku mendoa agar segera temukan kebiasaan lain.

Aku mau semua merasa kehilangan aku…
Apa mungkin?
Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini…
Yang membedakannya hanyalah kuantitas kemungkinannya…
Dan kali ini, aku yakin sangat kecil…
(sekali lagi kukatakan) Kesibukan akan menelanku mentah- mentah…
Aku akan segera jadi hilang…

Sejak sekarang aku benar- benar merasa sedih. Banyak sekali yang terpaksa harus kulepas bersamaan dengan pergantian status sosialku. Dengan kata lain aku akan kehilangan begitu banyak hal, beberapa diantaranya sebenarnya masih ingin aku nikmati.

Aku akan segera berjalan terseok lagi. Berjuang dapati sandaran untuk kembali berteduh. Beberapa saat saja, lalu (mungkin) kembali terseok mencari selanjutnya.

Malam menua…
Aku ingin akhiri ini…
Merapat pada maya…
Tak lagi merasa sedih dan sendiri…



11.09

No comments: